Postingan

Menyoroti Kasus Pelecehan Seksual oleh Agus Sang Difabel Tanpa Tangan

Gambar
Oleh Queen Rania Abdullah Pelecehan Seksual oleh Difabel: Tantangan Hukum, Etika, dan Sosial Pelecehan seksual merupakan tindakan yang melanggar hukum dan mencederai nilai-nilai kemanusiaan. Ketika pelaku adalah seorang penyandang disabilitas, seperti kehilangan kedua tangan, kasus tersebut menjadi lebih kompleks. Hal ini memicu diskusi luas terkait keadilan, kesetaraan hukum, serta stigma terhadap kelompok difabel. Kasus Agus Buntung: Difabel yang Diduga Melakukan Pelecehan Seksual Baru-baru ini, kasus yang melibatkan I Wayan Agus Suartama, atau Agus Buntung, seorang penyandang disabilitas tanpa kedua tangan, menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Pada 22 November, Polda NTB menetapkannya sebagai tersangka pelecehan seksual berdasarkan Pasal 6(c) UU RI No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Keputusan ini menuai beragam reaksi, mulai dari simpati terhadap kondisi fisik pelaku hingga kritik keras terhadap aparat penegak hukum. Banyak yang mempertanyakan bagaimana...

KHOSIR - SEBUAH CERPEN

Khosir Aku melihat keramaian dengan penuh kegembiraan. Acara pesta meriah membuat orang lupa akan jati diri mereka yang sesungguhnya. Berawal dari kacamata halus lalu berubah menjadi suatu kehalusan. Tak ku sangka lama kelamaan ia terus berevolusi dan berubah menjadi kekerasan. Bebas melakukan apapun tanpa pengawasan membuat hati dan pikiran nya memiliki kebebasan yang tak ada batasan. Aku tidak tahu apakah karena anomitasi atau tidak, tapi aku berani katakan ini tentang mindset dan niat. Tugas dan tanggung jawab yang menghampirinya terkadang membuat ia lupa bahwasanya mana jati diriku yang dulu. Jika Tuhan sayang, pasti akan memberikan yang terbaik. Kalelawar yang bersembunyi di siang hari lalu beraktivitas di malam hari, menghadirkan suatu kecemasan dan kekhawatiran. Mata serigala melihat lalu menyerbu layaknya seperti tidak ada rasionalitas dalam dirinya. Hanya ada nafs (nafsu) pada hewan tersebut. Aku menduga dialah penjahat sesungguhnya. Tak terkecuali ayam yang dilindungi den...

Guru sebagai Penggerak dalam Memajukan Sumber Daya Manusia di Era Globalisasi: Menyikapi Dekadensi Moral di Indonesia

Gambar
Oleh: Muhammad Bintang Islami Guru memiliki peran sentral dalam membentuk generasi penerus bangsa. Tidak hanya sebagai penyampai ilmu pengetahuan, guru juga berperan sebagai pembimbing nilai-nilai moral dan karakter. Namun, di era globalisasi yang serba teknologi ini, peran tersebut menghadapi tantangan besar, terutama dalam menyikapi fenomena dekadensi moral di kalangan pelajar. Guru dan Tantangan Era Globalisasi Era globalisasi memaksa semua lapisan masyarakat, termasuk pelajar, untuk akrab dengan teknologi seperti ponsel pintar dan tablet. Sayangnya, kemajuan teknologi ini tidak selalu diimbangi dengan peningkatan moralitas. Contoh nyata adalah insiden di SMA Negeri 1 Buntok, Kalimantan Tengah, di mana seorang siswa menantang gurunya untuk berduel hanya karena ditegur soal kerapian berpakaian. Kasus seperti ini mencerminkan betapa guru sering kali kehilangan kewenangan untuk mendisiplinkan siswa. Hal ini semakin diperparah dengan adanya Undang-Undang Perlindungan Anak (UU No. 3...

Laki-Laki Juga Korban: Sampai Kapan Stereotip Gender Menutupi Fakta Kekerasan Seksual?

Gambar
Nurul Jannati Sapira Di balik tirai stigma dan keheningan, ribuan laki-laki di Indonesia menjadi korban kekerasan seksual setiap tahunnya. Sayangnya, mereka terperangkap dalam sistem yang lebih sering menuduh mereka lemah daripada memberikan perlindungan. Stereotip gender telah lama menciptakan pandangan keliru bahwa laki-laki harus selalu kuat dan mustahil menjadi korban. Definisi dan Bentuk Kekerasan Seksual Kekerasan seksual, baik fisik maupun nonfisik, merupakan tindakan yang menargetkan seksualitas korban. Menurut Rafli (2022), kejahatan ini melibatkan berbagai lapisan masyarakat dan terus berkembang seiring kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Bentuk pelecehan seksual meliputi catcalling, sentuhan tidak diinginkan, atau ucapan bernuansa seksual. Dampaknya pun beragam, mulai dari ketidaknyamanan psikologis hingga masalah kesehatan. Meski Pasal 281 hingga 298 KUHP tidak secara eksplisit menyebutkan istilah "pelecehan seksual," Undang-Undang Tindak Pidana Keker...

REKONSTRUKSI PERBEDAAN AGAMA SEBAGAI HALANGAN WARIS: APAKAH BOLEH SEORANG AHLI WARIS NON MUSLIM MENDAPATKAN HAK WARIS DARI PEWARIS MUSLIM ?

Gambar
Pendahuluan Hukum Islam memiliki cakupan yang luas, mencakup aturan hubungan manusia dengan Allah SWT hingga aturan hubungan antar sesama manusia. Salah satu aspek penting dalam hubungan antar manusia adalah hukum kewarisan, yang mengatur proses peralihan kepemilikan harta dari pewaris kepada ahli warisnya. Islam, melalui Al-Qur'an, Hadis, dan ijma' ulama, telah memberikan panduan rinci tentang siapa yang berhak menerima warisan, berapa bagiannya, dan bagaimana cara pembagiannya. Namun, dalam masyarakat yang majemuk dengan beragam agama, masalah kewarisan menjadi lebih kompleks ketika terdapat perbedaan agama antara pewaris dan ahli waris. Dalam konteks ini, muncul pertanyaan: apakah seorang ahli waris non-Muslim dapat menerima warisan dari pewaris Muslim?   A. Perbedaan Agama Sebagai Halangan Waris dalam Hukum Islam Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), perbedaan agama tidak secara eksplisit disebutkan sebagai halangan untuk menerima warisan. Berdasarkan Pasal 173 KHI, hanya...

IMPLIKASI CINTA SEBAGAI SUATU CACAT KEHENDAK DALAM PERJANJIAN

Gambar
Oleh: Dandy Ayub Prasetyo Pendahuluan Cinta adalah konsep yang telah diperbincangkan sejak zaman kuno, salah satunya oleh filsuf besar Yunani, Plato. Dalam karyanya The Symposium , Plato menggambarkan cinta sebagai sesuatu yang melampaui keindahan fisik, membawa kita pada kontemplasi jiwa yang lebih mendalam dan radikal. Cinta dalam pandangan ini bersifat ideal dan memuat esensi keindahan yang sejati.   Namun, konsep cinta yang dipaparkan Plato tampaknya semakin sulit ditemukan dalam konteks modern. Perkembangan zaman telah mengubah persepsi manusia tentang cinta, menggesernya dari keindahan spiritual ke arah tujuan-tujuan yang lebih pragmatis dan materialistis. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan: apakah relevansi konsep cinta ideal ala Plato mulai memudar di tengah kecenderungan manusia untuk memanfaatkan cinta demi keuntungan pribadi?   Pengaruh Cinta dalam Perjanjian: Antara Rasionalitas dan Ketergantungan Emosional Jika kita melihat lebih jauh, cinta tidak han...

Opini: Pembebasan Jessica Mirna – Menilai Aspek Keadilan dan Dampaknya

Gambar
Oleh: Queen Rania Abdullah Kasus kematian Mirna Salihin, yang melibatkan Jessica Kumala Wongso, telah menjadi salah satu kasus hukum yang paling kontroversial dan menarik perhatian publik di Indonesia. Baru-baru ini, Jessica Kumala Wongso mendapatkan pembebasan lebih cepat dari masa tahanan yang dijatuhkan kepadanya. Keputusan ini mengundang beragam reaksi dan menimbulkan pertanyaan penting tentang keadilan dan penegakan hukum di Indonesia. Pertama-tama, penting untuk memahami alasan di balik pembebasan Jessica Kumala Wongso. Jika keputusan ini diambil berdasarkan kebijakan seperti pembebasan bersyarat, perilaku baik selama masa tahanan, atau pertimbangan kesehatan, maka hal ini dapat dimengerti dalam konteks aturan hukum yang ada. Sistem hukum sering kali memberikan opsi untuk pemendekan masa tahanan bagi narapidana yang menunjukkan perubahan positif dan patuh pada aturan selama berada di penjara. Namun, keputusan ini juga menimbulkan kekhawatiran tentang persepsi keadilan di masya...