Anak Dibawah Umur Melakukan Tindak Pidana, Bolehkah Diberikan Sanksi Penahanan?

Oleh: Brigitta Haura Ananda

    Dengan meningkatnya kasus tindak pidana yang melibatkan anak-anak di bawah umur, keresahan masyarakat pun semakin bertambah. Banyak yang mempertanyakan eksistensi dan efektivitas regulasi terkait sanksi bagi anak-anak pelaku tindak pidana. Dalam konteks ini, penting untuk memahami pendekatan yang tepat dalam penanganan anak yang terlibat dalam kejahatan.

Lingkungan dan Psikologi Anak

        Dalam pemidanaan anak, lingkungan keluarga dan masyarakat di sekitarnya harus diperhatikan. Anak yang tumbuh dalam keluarga yang menormalisasikan kekerasan mungkin akan menganggap bullying sebagai hal yang biasa. Demikian pula, anak dari orang tua yang melakukan perselingkuhan bisa saja menormalisasikan tindakan tersebut, yang berdampak pada perkembangan psikologisnya. 

        Dari perspektif psikologis, anak di bawah usia 12 tahun umumnya sudah bisa membedakan antara yang benar dan salah. Namun, pemikiran mereka masih labil dan belum mampu mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang dari perbuatannya. Anak-anak juga mudah dipengaruhi oleh teman atau lingkungan mereka. Kedewasaan menurut hukum positif berbeda dengan kedewasaan secara biologis atau perilaku.

        Menurut KBBI, dewasa diartikan sebagai usia anak-anak atau remaja. Namun, aspek kedewasaan bersifat ambivalen dan kontradiktif. Seseorang mungkin matang secara biologis dan memiliki ciri-ciri perilaku dewasa, tetapi masih dianggap anak jika belum mencapai usia dewasa menurut undang-undang.

Sistem Peradilan Pidana Anak

        Sistem peradilan pidana anak diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA). Menurut Pasal 71 Angka 4 UU SPPA, pidana yang dijatuhkan kepada anak tidak boleh melanggar harkat dan martabat anak.

Ketentuan Hukum

A. Anak di Bawah Usia 12 Tahun

Anak yang melakukan tindak pidana namun belum berumur 12 tahun dapat dikenakan sanksi sebagai berikut:

1. Diserahkan kepada orang tua/wali.

2. Dimasukkan ke dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial paling lama 6 bulan.

B. Anak Usia 12 hingga 14 Tahun

        Menurut Pasal 69 ayat (2) UU SPPA, anak di bawah umur 14 tahun yang berhadapan dengan hukum hanya dapat dituntut dan tidak dapat dipenjarakan atau dikenai hukuman badan.

C. Anak Usia Di Atas 14 Tahun

        Penahanan adalah sanksi yang diberikan kepada anak yang melakukan tindak pidana dan berusia di atas 14 tahun. Penahanan ditentukan jika kondisi atau perilaku anak menimbulkan bahaya bagi masyarakat. Hukuman maksimal bagi anak-anak adalah setengah dari hukuman maksimal orang dewasa. Penitipan anak di LPKA dilakukan sampai anak berusia 18 tahun. Pertimbangan lainnya adalah jika tindakannya memiliki hukuman pidana tujuh tahun atau lebih.

        Menurut Pasal 1 ayat (2) UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, anak yang berhadapan dengan hukum mencakup anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban hukum, dan anak sebagai saksi tindak pidana. Pasal ini menegaskan bahwa anak pelaku tindak pidana sejatinya adalah korban, entah itu korban dari keluarganya atau lingkungan di sekitarnya. Oleh karena itu, penahanan bagi anak di bawah umur 12 tahun sulit, bahkan hampir mustahil, untuk dilakukan.

Kesimpulan

        Penanganan anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana memerlukan pendekatan yang berbeda dibandingkan dengan pelaku dewasa. Sistem peradilan pidana anak di Indonesia telah mengatur ketentuan yang memperhatikan hak-hak anak dan menjaga harkat serta martabat mereka. Dalam banyak kasus, anak-anak pelaku tindak pidana lebih dipandang sebagai korban yang memerlukan bimbingan dan rehabilitasi daripada hukuman berat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

IMPLIKASI CINTA SEBAGAI SUATU CACAT KEHENDAK DALAM PERJANJIAN

Menilik Kebijakan Mahkamah Agung terhadap Kaesang, Apakah Sudah Sejalan dengan Konstitusi Indonesia?