PERAN TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA TERHADAP PAHAM RADIKAL DI INDONESIA

 

PERAN TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA TERHADAP PAHAM RADIKAL DI INDONESIA

Oleh: Yudi, Zausan, & Khairi

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara kesatuan yang berlandaskan pada Pancasila. Pancasila digunakan tidak hanya sebagai dasar Negara, tetapi Pancasila juga digunakan sebagai pandangan hidup bangsa, kepribadian bangsa, ideologi bangsa dan jiwa bangsa Indonesia. Oleh karena itu, di dalam Pancasila sendiri terdiri dari kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur yang berfungsi sebagai pedoman untuk mengatur hubungan manusia dengan sesama, manusia dengan lingkungan dan manusia dengan Tuhan. Pancasila tidak dapat lepas dari pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), hal ini dikarenakan dalam pembukaan UUD NRI 1945 terdapat rumusan Pancasila yang secara formal diakui sejak ditetapkannya pada tanggal 18 Agustus 1945.

UUD NRI 1945 memiliki fungsi sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara, pedoman dalam penyusunan peraturan perundang-undangan dan sebagai alat kontrol norma-norma hukum di Indonesia. Pasal 28 UUD NRI 1945 memberikan kebebasan bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk menyampaikan pemikirannya melalui bentuk dan media apa saja, hal ini merupakan bentuk dari tingginya pengakuan Negara terhadap hak asasi manusia Indonesia terutama dalam menyampaikan aspirasinya. Namun, sampai saat ini berbagai penyampaian pendapat memang tidak sepenuhnya tepat sasaran karena bertabrakan dengan situasi dan keadaan yang pada akhirnya menyebabkan munculnya berbagai konflik, intoleransi, meresahkan kehidupan masyarakat, menimbulkan kerugian ekonomi, pengrusakan sarana prasarana, hilang rasa saling asah, asih dan asuh, hingga tindakan anarkis yang dapat mengancam kerukunan umat beragama. Salah satunya adalah radikalisme, radikalisme yang timbul dalam masyarakat merupakan awal munculnya emosi keagamaan yang bersumber pada interpretasi agama dalam melihat fenomena historis.

Paham radikal di Indonesia dapat dikatakan sangat mengkhawatirkan. Dilihat dengan munculnya berbagai paham-paham radikal di Indonesia yang meluas membuat adanya kubu yang menyebabkan perpecahan dan memudarnya toleransi antar sesama. Pencetusan gerakan radikal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor ekonomi, faktor sosial, faktor budaya, dan juga faktor politik baik secara nasional maupun global yang mulai menunjukkan ketidakadilan. Radikalisme adalah suatu pemahaman  yang berkembang dalam lingkungan sosial masyarakat untuk menuntut adanya perubahan dan biasanya diidentikkan dengan sikap fanatik. Radikalisme ini dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang, akan tetapi gerakan radikal ini lebih dominan pada sudut pandang keagamaan. Dimana dalam suatu kelompok atau komunitas itu mengajak beberapa orang yang berbeda paham untuk sejalan dalam menganut suatu paham yang sama, dan cenderung bersifat fanatik yaitu yang sangat tinggi atau sangat kuat terhadap agama sehingga hal itu dapat mempengaruhi orang untuk menganutnya secara keras. Pandangan radikal yang kerap dianggap suatu paham atau aliran keras yang memiliki keterikatan terhadap suatu perubahan dalam sosial dan politik tetapi sering terjadi dan membawa agama pada kehidupan lingkungan sosial yang memiliki peluang terjadinya suatu perpecahan antar umat beragama dan tentunya akan berdampak juga pada sistem tatanan pemerintah. Pemahaman radikalisme ini, akan merusak tatanan nilai-nilai toleransi yang telah menjadi identitas negara Indonesia dan ideologi Pancasila.

Toleransi antar umat beragama adalah sikap yang harus disematkan dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan realitas empiris yang harus diciptakan atas otoritas manusia yang memiliki agama yang berbeda. Perbedaan dalam agama lahir dari proses alami dengan kehendak Tuhan. Sikap toleransi harus menjadi bagian terpenting dalam lingkup intra agama dan antar agama. Lebih lanjut, Misrawi mengungkapkan bahwa toleransi merupakan upaya dalam memahami  agama-agama  lain  karena tidak bisa dipungkiri bahwa  agama-agama  tersebut juga mempunyai ajaran yang sama tentang toleransi, cinta kasih dan kedamaian. Sehingga dari pandangan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa toleransi harus dilakukan oleh siapa saja  yang  mengaku beriman,   berakal dan mempunyai hati nurani. Paradigma toleransi harus terus dikembangkan dengan melibatkan kalangan agamawan,  terutama dalam membangun toleransi antar umat agama. Selain itu,  toleransi tidak hanya berhubungan dengan perundang-undangan saja, tetapi juga perilaku sosial. Saat ini ada beberapa perundang-undangan yang diskriminatif serta intoleran,  tetapi sikap-sikap intoleran  di  antara individu atau golongan nmasih sering muncul dalam banyak kasus, baik karena latar belakang rasial,  ideologis,  politik maupun keagamaan. Hal ini dibuktikan dengan adanya kelompok-kelompok radikal tertentu, seperti Konstruksi Penanaman Nilai Toleransi dalam Menangkal Radikalisme di Pondok Pesantren Provinsi kaum nasionalis radikal,  kaum komunis radikal,  Muslim  radikal,  Kristen  radikal,  Katolik radikal, Hindu radikal dan lainnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

IMPLIKASI CINTA SEBAGAI SUATU CACAT KEHENDAK DALAM PERJANJIAN

Menilik Kebijakan Mahkamah Agung terhadap Kaesang, Apakah Sudah Sejalan dengan Konstitusi Indonesia?