Kekuatan Otoritas Agama dalam Menentukan Kursi Politik di Indonesia

 

Kekuatan Otoritas Agama dalam Menentukan Kursi Politik di Indonesia

Tirsa, Wiriyan, Wayan

Secara sosiologis agama merupakan pranata sosial yang diekspresikan oleh pemeluknya dalam bentuk sikap dan prilaku dalam kehidupan sehari-hari. Bryan S. Turner menyebutkan bahwa agama memiliki fungsi-fungsi antara lain: sebagai kontrol sosial, sebagai acuan legitimasi politik, dan sebagai perekat sosial (solidaritas sosial). Kedudukan agama di negara Indonesia ini sangat penting, karena Pancasila sebagai ideologi negara menunjukkan, bahwa Indonesia bukanlah negara sekuler walau tidak bisa juga disebut sebagai negara agama. Secara kelembagaan, negara Indonesia dibangun seperti lazimnya negara modern sekuler, tetapi secara filosofis, negara ini didasarkan pada Pancasila, yang sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Bahkan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) menyebutkan bahwa: “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”

Dalam beberapa tahun terakhir ini terjadi fenomena di dunia, bahwa fungsi ketiga dari agama yakni membangun identitas dan solidaritas sosial, sangat menonjol untuk mendapatkan kekuasaan, yang terintegrasi dengan politik identitas dan populisme. Pelibatan agama dalam politik yang demikian ini kemudian disebut sebagai politisasi agama yang borkonatasi negatif dan dinilai tidak sejalan dengan etika demokrasi.

Agama juga sangat berpengaruh dalam perpolitikan di Indonesia. Sebab di Indonesia sendiri, agama tidak bisa sepenuhnya dipisahkan dari politik. Pelibatan agama dalam politik dimaksudkan agar politik sesuai dengan etika dan ajaran agama, terutama ketika kondisi etika moral politik pada saat ini secara umum masih sangat lemah, baik dalam persaingan untuk memperoleh kekuasaan maupun dalam penggunaan kekuasaan. Dengan pelibatan agama dalam perpolitikan di Indonesia, diharapkan mampu memperbaiki etika moral politik yang masih lemah ini. Problem etika moral politik ini, misalnya dapat dilihat dari masih banyaknya kebohongan publik dengan tujuan memperkaya diri atau kubu politik tertentu, korupsi yang melanda, manipulasi, dan sebagiannya.

Pelibatan politik ini, tidak hanya sebatas pada tujuan yang dimaksud diatas, melainkan ada tujuan untuk mencapai kepentingan dari berbagai pihak atau kubu politik tertentu. Sehingga dampak negatifnya, dari tahun ke tahun, para elit politik mulai merangkul para pemuka agama untuk tujuan memperoleh suara dari agama mayoritas yang ada di Indonesia. Ditambah dengan masyarakat Indonesia yang kental dalam beragama, membuat pilihan sosok pemimpin mereka hanya berpatok pada seorang pemimpin yg seiman.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

IMPLIKASI CINTA SEBAGAI SUATU CACAT KEHENDAK DALAM PERJANJIAN

Menilik Kebijakan Mahkamah Agung terhadap Kaesang, Apakah Sudah Sejalan dengan Konstitusi Indonesia?