Dinamika Serta Polemik Poligami di Indonesia: Meneliti Nilai-nilai Serta Sisi Lain Mentoring Poligami Berbayar

 Dinamika Serta Polemik Poligami di Indonesia: Meneliti Nilai-nilai Serta Sisi Lain Mentoring Poligami Berbayar

 

Oleh: Anita Dkk

 

Pada dasarnya perkawinan merupakan cara untuk meneruskan keturunan dan menjaga kelangsungan hidup melalui keturunan yang sah secara agama dan negara. Perkawinan ini juga bersifat qodrati karena menyangkut kebutuhan akan penyaluran hasrat biologis, sehingga keinginan untuk memiliki keturunan menjadikan salah satu pendorong terjadinya perkawinan.  Dalam Al-Quran dijelaskan perkawinan ini sendiri sebagai wadah untuk mendapatkan ridho Allah SWT, kebahagiaan hidup, ketentraman jiwa serta kasih sayang. Maka dari itu, perkawinan dikatakan suatu ikatan yang sakral sebagai salah satu ikatan yang kokoh nan agung.

Dalam perkawinan juga dikenal dengan yang namanya poligami. Kata poligami sendiri berasal dari Yunani “polygamie”, yaitu poly yang berarti banyak dan gamie yang berarti laki-laki. Sehingga dapat ditarik garis tengah bahwa arti dari poligami adalah laki-laki yang beristri lebih dari satu orang wanita dalam satu ikatan perkawinan. Menurut syariat islam, poligami ini dibolehkan dan merupakan suatu kelonggaran yang disebut Rukhsah, dimana perkawinan tersebut terjadi ketika darurat, dalam artian menolong orang lain yang berkaitan dengan tabiat laki-laki. Dalam surah An-Nisa ayat 3 disebutkan dasar hukum poligami yang artinya "Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya)  maka nikahilah perempuan lain yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan berlaku adil maka nikahilah seorang saja atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim". Kutipan ayat tersebut seringkali disalah artikan di kalangan masyarakat dan berdasarkan ayat diatas kita ketahui bahwa syarat poligami yang di tetapkan ini sangat ketat, berat, dan hampir dipastikan tidak ada yang mampu untuk memenuhinya dan berlaku adil.

Jika mendengar tentang poligami pasti sudah tidak asing lagi di telinga setiap orang.  Hal tersebut sudah menjadi pembahasan yang tidak ada habisnya karena kerapkali menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarkat, yang dimana dalam sumber ajaran islam poligami terbingkai dalam hukum yang tidak seragam pemahaman serta penafsirannya. Perdebatan berkepanjangan ini selalu menitikberatkan perempuan sebagai objek pembahasan yang menarik. Perempuan senantiasa menjadi titik koordinat, sehingga keberadaan perempuan ini menjadi point utama dan tidak bisa diabaikan posisinya yang amat sangat dilematis. Hal tersebut dikarenakan perempuan bagaikan berlakon dalam sebuah drama percintaan sebagai seorang korban kejahatan laki-laki terutama untuk istri pertama (dimadu) dan sebagai calon istri baru. Persepsi masyarakat yang kontra akan poligami tersebut melontarkan bahwa poligami adalah sesuatu yang negatif. Dimana bagi mereka poligami melanggar HAM, poligami merupakan salah satu bentuk eksploitasi dan hegemoni laki-laki terhadap para perempuan, merupakan sebuah bentuk penindasan, perbuatan zhalim, penghinaan, dan memandang remeh wanita serta merupakan perbuatan diskriminatif terhadap para wanita.

Tanggapan lainnya, poligami merupakan suatu bentuk pelecehan terhadap perempuan karna hanya dipergunakan untuk memuaskan gejolak birahi semata. Belakangan ini masalah tentang poligami semakin marak dibicarakan kembali karna banyaknya mentoring mengenai poligami yang diadakan dimana-mana. Mentoring poligami berbayar berkedok menghindari perbuatan zina ini disajikan kepada para perempuan untuk memberikan pemikiran positif terkait poligami. Namun dapat dilihat bahwa mentoring poligami berbayar tersebut memiliki sisi lain bahwa setiap laki-laki berhak untuk melakukan poligami dan perempuan tak dapat menolaknya karena laki-laki adalah seorang pemimpin dalam rumah tangga yang harus dipatuhi.

Pada dasarnya para pelaku poligami banyak diantaranya yang melakukannya dengan cara sembunyi-sembunyi yang terlihat membawa implikasi yang tidak diinginkan dengan mencemarkan citra luhur perkawinan poligami itu sendiri. Fenomena tersebutlah yang kemudian membawa masyarakat memandang bahwa poligami adalah hal yang tidak sesuai dan bahkan melanggar hak asasi manusia. Dimana jika ditelaah lebih jauh poligami yang benar berpegang teguh pada ketentuan hukum normatif dan hukum islam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

IMPLIKASI CINTA SEBAGAI SUATU CACAT KEHENDAK DALAM PERJANJIAN

Menilik Kebijakan Mahkamah Agung terhadap Kaesang, Apakah Sudah Sejalan dengan Konstitusi Indonesia?