KTP Bagi Warga Negara Asing, Konstitusional Kah?
KTP Bagi Warga Negara Asing, Konstitusional Kah?
(Ketua formasi 2019)
Secara filosofi kehadiran suatu negara memiliki peran yang signifikan dalam rangka memberikan perlindungan terhadap kedaulatan rakyat dan kedaulatan negara. Terminologi kedaulatan rakyat merujuk pada suatu kekuasaan tertinggi berada pada rakyat sebab dalam pembentukan negara menurut Johne Locke rakyat berperan dalam membentuk suatu kesatuan Negara melalui Pactum Unionis dan Pactum Subjectionis. Perjanjian antar negara dengan yang disebut pactum unionis dan pactum subjectionis melahirkan adanya penjagaan dan perlindungan maksimum terhadap kepentingan rakyat. Hal ini bertujuan agar tidak dirong-rongnya kepentingan masyarakat oleh hadirnya pengaruh-pengaruh dari luar seperti halnya warga negara asing.
Sebelum jauh ke pembahasan, Penulis ingin meluruskan suatu konsepsi yang mungkin selama ini keliru di tengah masyarakat. Mungkin kita masih ingat ketika terjadi pemilihan Presiden dan Wakil Presiden sebelum-sebelumnya, seringkali muncul pemberitahuan-pemberitahuan yang mengatakan bahwa banyak warga negara asing yang sudah memiliki KTP, dan pemberitaan tersebut kemudian digiring sebagai opini bahwa seakan-akan warga negara asing yang memiliki KTP tersebut membawa kepentingan yakni untuk memilih salah satu Paslon. Bisakah demikian? Apakah WNA punya hak dalam memiliki KTP? Apakah ketika mereka sudah memiliki KTP mereka mempunyai hak pilih?
Dalam Pasal 26 UUD NRI Tahun 1945 dijelaskan terkait perbedaan antara warga negara dengan penduduk. Apa bedanya?
Warga negara : Mereka yang menjadi warga negara ialah orang-orang Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara (Pasal 26 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945).
Penduduk : Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia (Pasal 26 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945).
Dengan melihat ketentuan di dalam Pasal 26 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, maka ketentuan terkait warga negara asing memang sudah diatur dan diakui oleh Konstitusi. Sehingga itu mengapa di dalam KTP (Kartu Tanda Penduduk) kita dicantumkan mengenai kewarganegaraan, tujuannya adalah untuk membedakan mana penduduk yang merupakan asli warga negara Indonesia dan penduduk yang merupakan warga negara asing.
Namun apakah setiap WNA dapat dengan mudah memiliki KTP? Dalam hal ini syarat bagi WNA yang akan mendapatkan KTP-el adalah jika WNA tersebut memiliki izin tinggal tetap. Prosedur dan syarat kepengurusan izin tinggal tetap diatur secara ketat mengacu pada berbagai peraturan, yaitu UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian; Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian; Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 16 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Visa dan Izin Tinggal bagi Tenaga Kerja Asing; dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 43 Tahun 2015 tentang Prosedur Teknis Alih Status Izin Tinggal Kunjungan menjadi Izin Tinggal Terbatas dan Alih Status Izin Tinggal Terbatas menjadi Izin Tinggal Tetap.
Menurut Pasal 54 UU Nomor 6 Tahun 2011, izin tinggal tetap dapat diberikan kepada orang asing pemegang izin tinggal terbatas sebagai rohaniawan, pekerja, investor, dan lanjut usia; keluarga karena perkawinan campuran; suami, istri, dan/atau anak dari orang asing pemegang izin tinggal tetap; dan orang asing eks WNI dan eks subjek anak berkewarganegaraan ganda Republik Indonesia. Izin tinggal tetap tidak diberikan kepada orang asing yang tidak memiliki paspor kebangsaan. UU ini juga menegaskan pada ayat (3) bahwa orang asing pemegang izin tinggal tetap merupakan penduduk Indonesia.
Fungsi KTP-el bagi WNA adalah sebagai salah satu bentuk perwujudan single identity number (SIN), yang memungkinkan WNA mendapatkan fasilitas pelayanan publik seperti perbankan, fasilitas kesehatan, dan sekolah. Namun demikian, WNA yang memiliki KTP-el tidak memiliki hak politik, yaitu hak memilih dan hak dipilih, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 198 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyatakan bahwa yang memiliki hak memilih adalah WNI yang pada hari pemungutan suara sudah genap berumur 17 tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah pernah kawin.
Sehingga sudah jelas bahwa hak-hak yang diberikan kepada WNA hanya hak-hak yang bersifat universal, tidak mencakup hak-hak yang berkaitan dengan hak politik. Hal ini sebagai bentuk adanya pengakuan dan jaminan negara atas hak asasi manusia.
Lalu apa saja hak dan kewajiban WNI?,lebih jelasnya seperti diuraikan di bawah ini:
Hak dan kewajiban :
Di dalam hukum internasional, orang asing di dalam suatu negara itu dilindungi sekedarnya. Perlindungan sebagaimana yang dimaksudkan ini ada 2 macam:
(1) secara positif, artinya negara tempat di mana orang asing itu berada harus memberikan kepadanya beberapa hak-hak tertentu. Jadi suatu hak minimum itu harus dijamin; dan
(2) secara negatif, artinya suatu negara itu tidak dapat mewajibkan sesuatu kepada orang asing yang berada di negaranya tersebut, misalnya kewajiban militer.
Ada persamaan perlakuan ketika orang asing tersebut berstatus menjadi penduduk Indonesia. Namun, dari sekian banyak perlakuan tersebut banyak yang berbeda. Terutama hal yang berkaitan dengan hak dan kewajiban. Dalam UUD 1945 dijelaskan bahwa ada hak-hak khusus yang diperoleh oleh warga negara yang itu tidak diperoleh oleh orang asing seperti hak pendidikan, hak pekerjaan, hak persamaan dalam hukum dan pemerintahan.
Atas dasar penghormatan kemanusiaan, selain memberikan perlindungan terhadap warga negara yang merupakan unsur utama dalam menjalankan roda pemerintahan, maka pemerintah juga memberikan perlindungan terhadap orang asing yang merupakan penduduk di Indonesia. Namun, perlindungan tersebut tidak berarti dapat mengurangi perolehan hak oleh warga negara. Perlindungan orang asing sebagai penduduk Indonesia ini dilakukan secara umum, tidak membedakan kebangsaan orang asing tersebut. Perlindungan tersebut meliputi kemerdekaan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, kemerdekaan untuk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, serta bagi yang fakir dan miskin mendapatkan perhatian khusus oleh pemerintah.
Orang asing tidak berhak menduduki jabatan-jabatan publik, baik pemerintahan maupun perwakilan rakyat.
Di bidang perekonomian, setiap orang asing yang bekerja dan berusaha di Indonesia harus memiliki ijin kerja dan ijin usaha yang sah dari menteri tenaga kerja sesuai dengan Undang-undang No. 3 Tahun 1957 tentang penempatan tenaga kerja asing. Hal ini berkaitan dengan kepentingan nasional. Jangan sampai pekerjaan dan usaha orang asing membahayakan kepentingan nasional, khususnya menyangkut masalah kesempatan kerja dan pasar kerja. Orang asing juga dilarang melakukan usaha perdagangan kecil dan eceran di luar daerah kota dan propinsi.
Di bidang agraria, orang asing hanya boleh mempunyai hak pakai atas tanah di Indonesia. Selain itu, Indonesia mempunyai pajak khusus, yaitu pajak bangsa asing. Latar belakang lahirnya jenis pajak ini karena pada azasnya orang asing yang berada di Indonesia mendapatkan suatu manfaat dengan bertempat tinggal di Indonesia. Mereka mempunyai hak untuk mencari nafkah di Indonesia, di samping itu setiap warga negara asing yang beritikad baik diberikan perlindungan dan jaminan keamanan yang meliputi jiwa, harta benda dan usahanya. Oleh karena itu wajar apabila orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia membantu keuangan negara melalui pajak bangsa asing.
Orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia hanya dalam waktu tidak lebih dari tiga bulan tidak dianggap tinggal di Indonesia. Artinya orang asing tersebut belum dianggap sebagai penduduk Indonesia menurut prosedur kependudukan. Sebaliknya,apabila orang asing tersebut berada di Indonesia lebih dari 3 bulan kemudian orang asing tersebut meninggalkan Indonesia untuk sementara waktu, maka orang asing itu masih dianggap bertempat tinggal di Indonesia. Ketentuan ini berlaku apabila keberadaan orang asing di luar negeri tidak lebih dari dua belas bulan sejak meninggalkan Indonesia.
Dalam konsep human security ini, negara tetap memiliki tanggung jawab yang besar terhadap keamanan individu. Sebagai subjek Hukum Internasional, negara memiliki hak dan kewajiban internasional terutama hak-hak yang bersifat keperdataan.
Adapun didalam Undang-undang tentang Keimigrasian menganut kebijakan yang bersifat selektif, yaitu kebijakan yang meneliti setiap kedatangan, keberadaan dan keluarnya orang asing dari wilayah Indonesia. Kebijakan ini menggunakan 2 pendekatan, yaitu kesejahteraan (Prossperity Approach) yang meneliti sejauh mana orang asing memberikan manfaat dan keuntungan bagi bangsa dan Negara.
hak dan juga kewajiban yang dimiliki oleh WNA selama tinggal di Indonesia
Berhak atas segala perlindungan terhadap hak-hak asasinya termasuk hak perlindungan atas diri maupun harta benda yang dimiliki WNA tersebut, selama dalam proses yang resmi.
Berkewajiban untuk tunduk serta mematuhi segala ketentuan perundangan yang berlaku di negara Indonesia.
Hak dan Kewajiban Orang Asing dalam Hukum Internasional Seorang asing berhak atas perlindungan yang sama berdasarkan undang-undang negara tempat ia berada dan berhak pula atas hak-hak tertentu untuk memberikan kemungkinan kepadanya hidup secara layak, seperti diatur pada pasal 9 Konvensi Montevideo Tahun 1933, yang menyatakan :
“Nationals and foreigners are under the same protection of law and the national authorities and the foreigners may not claim right other or more than those of nationals”.
Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan tanpa perbedaan. Prinsip universalitas hak asasi manusia adalah landasan internasional. Hukum hak asasi manusia memberi tugas kepada setiap negara untuk mempromosikan dan melindungi semua hak dan kebebasan dasar setiap orang. Hal ini pertama kali ditekankan pada Universal Declaration of Human Rights (UDHR) pada tahun 1948, dan telah menegaskan di banyak konvensi hak asasi manusia internasional, deklarasi dan instrumen lainnya.
Adapun saran dari Penulis adalah, agar dilakukan revisi atas UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan dengan mengatur pemberian konfigurasi yang berbeda antara NIK di KTP-el bagi WNI dan bagi WNA. Oleh karena itu, perbedaan tidak hanya cukup pada perbedaan fisik semata, namun juga konfigurasi nomor NIK pada KTP-el WNA yang berbeda, yang menandakan WNI dan WNA. Selain itu, direkomendasikan agar pemerintah melakukan sosialisasi yang sungguhsungguh terhadap berbagai reformasi dalam bidang administrasi kependudukan, baik kepada aparatur pemerintahan di pusat maupun di daerah, maupun kepada masyarakat secara luas, agar tidak ada kesalahpahaman, dan masyarakat merasakan reformasi dalam bidang kependudukan tersebut.
Salam Konstitusi ✊
BalasHapus