TANTANGAN EKSISTENSI K-POPERS REMAJA DALAM MENGHADAPI ERA POST TRUTH

Oleh: Muhammad Yuwen

Era Post Truth yang ditandai dengan majunya teknologi informasi semakin memudahkan dalam memproleh informasi dengan cepat, mudah dan murah. Semakin terbukanya era ini terlihat dari remaja di Indonesia yang banyak mengidolakan Korean pop yang disingkat K-pop. K-pop merupakan genre music populer yang berasal dari korea selatan. Tidak bisa dimungkiri peran media sosial dalam mengenalkan K-pop di Indonesia sangat vital. Akan tetapi, media sosial juga seolah menjadi saluran untuk memberikan hujatan bagi penggemar K-pop (K-popers), dikarenakan hoax (berita bohong) yang semakin deras. Bukan karena sedikitnya informasi, melainkan karena terlalu banyaknya informasi sehingga informasi yang objektif menjadi tertutupi oleh informasi-informasi yang tidak objektif, layaknya menemukan jarum dalam tumpukan jerami, inilah era pasca kebenaran (post truth).
Anggapan bahwa Idol K-pop adalah pria-pria lembek, LGBT dan operasi plastik menjadi senjata utama para haters untuk menyerang K-popers melalui media sosial. Komentar pedas para haters K-pop di media sosial seringkali menjadi pemicu perang komentar saling hujat dan fitnah. Banyaknya informasi yang berbeda dalam hal yang sama menjadi penyebab antara K-popers dengan kelompok lain (hatersnya) berbeda pandangan dengan cara saling memaki di media sosial. Stereotip negatif yang dilekatkan pada K-pop, membuat ruang gerak para K-popers terbatas. Label negatif yang dilekatkan pada K-pop, membuat para K-popers terutama yang masih terbilang remaja, mengalami bullying hingga pertentangan dalam keluarga.
Fenomena saling hujat dan fitnah antara K-popers dengan hatersnya di media sosial sangatlah buruk, karena menggunakan Bahasa kasar yang tidak sesuai dengan nilai dan norma dalam masyarakat. Sejarah pengalaman masyarakat Indonesia dalam hal perkelahian di media sosial, seringkali tidak hanya sampai ruang maya, namun juga berimbas pada ruang nyata. Untuk itu, hidup selaras dengan alam melalui pengendalian emosi negatif dalam diri K-popers remaja di Indonesia sangat dibutuhkan dalam era sekarang ini.
Indonesia menempati urutan ketiga di dunia sebagai negara dengan jumlah K-popers atau K-pop fans dengan presentase 6,5% setelah Amerika Serikat dengan 35,6% dan Philipina sebanyak 7,5%.9. Sebagai makhluk sosial dalam menunjukkan eksistensinya K-popers di Indonesia membentuk kelompok-kelompok berdasarkan fandomnya masing-masing yaitu idol K-pop yang mereka sukai. Kelompok K-popers yang terbentuk berdasarkan rasa suka dalam hal yang sama, tidak hanya terbentuk di dunia nyata, namun juga dalam ruang maya.
Remaja penggemar K-pop di Indonesia seringkali mengalami cemoohan akibat seterotype negatif yang dilekatkan pada K-pop. Persepsi-persepsi negatif dari orang lain seringkali menjadi penghalang para K-popers yang masih remaja untuk menunjukkan identitasnya, karena remaja masih tergolong labil sehingga sangat mudah dipengaruhi oleh pikiran orang lain.
K-popers memang memerlukan orang lain sebagai syarat untuk eksistensinya sendiri. Namun, Hal buruk dari orang lain adalah karena orang lain dapat mengkonstruksi hidup suatu individu, dalam hal ini K-popers sebagaimana apa yg dia pikirkan. Orang lain akan selalu menilai setiap tindakan suatu individu atau kelompok. Untuk itulah jeans paul Sartre mengatakan bahwa ‘orang lain adalah neraka’.
Setiap tindakan akan selalu bermuatan negatif dan positif tetapi kebanyakan orang mengkonstruksi tindakan suatu individu dengan satu kesalahan dan melabelkan akan seluruh tindakannya. jika individu bersalah dalam satu tindakan bukan berarti kepribadiannya melingkupi satu tindakan tersebut. Manusia selalu hidup pada penilaian dan harapan orang lain. itulah sebabnya manusia mencoba menjauhi hal buruk tetapi tidak menutup kemungkinan hal buruk pasti pernah dilakukan, namun jangan membentuk suatu individu dengan tindakan buruknya menjadi kepribadiannya.
Setiap orang punya waktu untuk berubah, setiap ulat punya waktu untuk bisa menjadi kupu-kupu, setiap tumbuhan punya waktu untuk berbunga. Jika individu dalam hal ini K-popers membiarkan penilaian orang membelenggu hidupnya, hal tersebutlah yang memunculkan kepribadian buruk. Tidak ada satu pun orang yang ingin menjadi orang yang buruk, akan tetapi hal buruknya orang lainlah yang datang mengkonstruksi hidup individu penggemar K-pop.
Dibalik penampilan K-popers yang dianggap buruk oleh sebagian masyarakat Indonesia bukan berarti tindakan mereka buruk. Hanya saja individu penggemar K-pop berbeda dan membentuk kelompok yg mereka inginkan. Sama halnya dengan cosplay anime yang sering di jalan berpenampilan berbeda, mereka diajak berfoto dan digemari. Begitu juga dengan fans club sepak bola yang dengan bangga menggunakan baju clubnya, bahkan menyerupai gaya rambut pemain idolanya. Artinya label buruk terhadap K-popers sebenarnya masih berdasarkan penilaian yang terbentuk dalam pikiran individu itu sendiri, bukan dari Fakta sosial yang terjadi.
Kpopers dalam menghadapi era post truth membutuhkan stoisisme. Stoisisme adalah filsafat barat yang mengajarkan persaudaraan universal. Di tengah dunia yang terpolarisasi oleh berbagai macam golongan. Stoisisme mengajarkan untuk memprioritaskan mengendalikan diri sebelum mengendalikan kehidupan orang lain. Stoisisme bertujuan untuk dapat hidup bebas dari emosi negatif dengan memfokuskan mengendalikan emosi negatif agar memproleh ketentraman hidup. Ketentraman ini kokoh karena berakar dalam diri individu. Sekarang, era dimana hoax beredar menyebabkan perbuatan saling fitnah antara K-popers melawan hatersnya di media sosial, mengartikan bahwa stoisisme sama relevannya dengan Indonesia saat ini.
Stoisisme menganggap manusia harus hidup selarasa dengan alam jika ingin hidup yang baik. Hidup selaras dengan alam artinya harus sebaik-baiknya menggunakan nalar dan rasio (akal sehat) karena itulah yang membedakan manusia dengan binatang. Misalkan ada suatu kejadian ketika K-popers membaca tulisan provokatif di media sosial dan langsung emosi, sehingga marah-marah di kolom komentar, membagikan tulisan itu ke banyak orang tanpa mengecek dulu kebenarannya. Dari contoh diatas K-popers tersebut tidak menggunakan nalar dan rasionya.
Segala keresehan dan kekhawatiran bersumber dari pikiran manusia. Seringnya manusia memberikan interpretasi yang dialami banyak menjadikan peristiwa terlihat buruk. Suatu kejadian dipandang buruk ketika persepsi manusia menyebutnya buruk. Untuk itulah yang diperlukan K-popers dalam era post truth ini adalah mengubah persepsinya. Karena marah, cemas, susah datangnya dari pikiran.
Memasuki era post truth, potensi saling hujat dan fitnah antara K-popers yang masih remaja dengan hatersnya semakin besar. Remaja penggemar K-pop di Indonesia seringkali mengalami cemoohan akibat stereotip negatif yang dilekatkan pada K-pop. Pikiran negatif orang lain terhadap K-pop seringkali mempengaruhi tindakan K-popers. Hal buruk dari orang lain ialah orang lain dapat mengkonstruksikan kehidupan K-popers sebagaimana apa yang dipikirkannya, walaupun hal tersebut bukan fakta sebenarnya, oleh karena itulah ‘orang lain adalah neraka’.
Hidup selaras dengan alam yaitu menggunakan nalar dan rasio sangat dibutuhkan oleh K-popers. Mengendalikan emosi negatif dengan mengubah pikiran negatif orang lain menjadi pikiran yang positif, K-popers dapat hidup dengan tentram, karena sumber segala keresahan, marah dan cemas adalah pikiran itu sendiri.













Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

IMPLIKASI CINTA SEBAGAI SUATU CACAT KEHENDAK DALAM PERJANJIAN

Menilik Kebijakan Mahkamah Agung terhadap Kaesang, Apakah Sudah Sejalan dengan Konstitusi Indonesia?