REKONSTRUKSI PENEGAKAN HUKUM SEBAGAI UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA
REKONSTRUKSI PENEGAKAN HUKUM SEBAGAI UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA
Oleh : Risky Wulan Ramadhani (Universitas Mataram) & Nurfausi ( Universitas Madako Tolitoli)
Dewasa ini, penyelewengan uang negara yang dilakukan baik oleh pejabat Negara maupun yang bukanpejabat Negara terus meningkat meskipun era reformasi telah digulirkan. Korupsi baik pada masa kini maupun pada masa yang akan datang tetap merupakan ancaman serius yang dapat membahayakan kehidupan bangsa-bangsa pada umumnya, dan khususnya bagi bangsa Indonesia sehingga korupsi sudah seharusnya merupakan kejahatan terhadap kesejateraan bangsa dan negara.
Dalam kerangka dan ruang lingkup reformasi yang telah berlangsung di Negara ini, orang makin disadarkan pada peran penting hukum sebagai sarana pengayoman (social defence) dalam mengatur kehidupan masyarakat, bangsa dan negara dalam berbagai aspek kehidupan seperti politik dan ekonomi.
Peran hukum sebagai pengayom tercermin melalai fungsi hukum sebagai sarana pengendalian sosial (social control), perubahan sosial (social engineering) dan hukum sebagai sarana integratif.1 Bagi bangsa Indonesia secara konstitusional, hukum berfungsi sebagai sarana untuk menegakan kehidupan yang demokratis, menegakkan kehidupan yang berkeadilan sosial dan menegakkan kehidupan yang berperikemanusiaan.
Permasalahan korupsi dan membedah masalahnya merupakan sesuatu yang sangat urgen, sebab kasus korupsi hampir selalu berhubungan dengan kekuasaan dan jabatan serta orang-orang yang terlibat di dalamnya. Selain itu, praktek korupsi biasanya juga dilakukan dalam bentuk rekayasa yang seolah-olah dibenarkan oleh hukum dan bahkan terdapat manipulasi hukum. Hal seperti ini berhubungan pula
Bangsa Indonesia saat ini tengah dilanda krisis kepercayaan dalam tiap segmen kehidupan berbangsadan bernegara baik dalam bidang sosial, politik, ekonomi, perdagangan, keuangan dan industri. Krisis kepercayaan terjadi terhadap lembaga perekonomian, lembaga pemerintahan baik lembaga eksekutif, yudikatif, danlegislatif, lembaga keuangan, bank dan non bank maupun lembaga kepartaian, hal ini terjadi disebabkan karena belum dapat diciptakan pemerintah yang baik, bersih dan bebas dari korupsi.
Tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara dan dapat menyengsarakan rakyat apabila dilakukan dengan modus operandi berupa perilaku memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan menyalahgunakan jabatan atas kepercayaan negara yang berlangsung sejak negara berdiri. Negara seringkali menghadapi krisis keuangan, juga terlilit utang, dalam jumlah yang cukup besar terhadap lembaga-lembaga keuangan internasional, kerugian negara sebagai akibat dari tindakan keji tindak pidana korupsi yang tak pernah kompromi menggerogoti uang Negara.
Memang, persoalan korupsi telah menjadi bagian sejarah yang tidak terpisahkan dari perjalanan bangsa Indonesia dalam mengisi era proklamasi kemerdekaan. Penggerogotan terhadap keuangan negara demi kepentingan individu atau kelompok tertentu telah terjadi sejak Indonesia diproklamasikan sebagai sebuah negara berdaulat. Peristiwa korupsi seolah telah menjadi bagian perilaku budaya yang menyimpang pada banyak tatanan lembaga birokrasi pemerintahan dan negara, sekaligus merugikan negara dan rasa keadilan kesejahteraan bagi rakyat.2
Tidak berhasilnya penegakan hukum bisa berakar dari tidak bekerjanya sistem atau terhambatnya salahsatu komponen dari Sistem Peradilan Pidana (SPP) dalam menjalankan perannya, dimulai dari penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di
Permasalahan-permasalahan lebih lanjut dalam kasus korupsi yang beragam di atas perlu dilakukan kajian yuridisnya dari berbagai aspek, baik regulasi, sistem, sanksi, dan lainnya, supaya penegakan hukum korupsi ke depan pelaksanaannya bisa lebih baik dari yang ada saat ini. Pada tulisan ini penulis akan mencoba menganalisis tentang Rekonstruksi Penegakan Hukum sebagai upaya pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia.
Penegakan hukum menurut konsep Purnadi Purbacaraka adalah “Kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah/pandangan- pandangan menilai yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan (sebagai ”social engineering”), memelihara dan mempertahankan (sebagai social control) kedamaian pergaulan hidup”. 6 Hukum adalah untuk manusia, penegakan hukum harus memberikan manfat atau kegunaan bagi masyarakat. Masyarakat sangat berkepentingan bahwa dalam pelaksanaan atau penegakan hukum, keadilan diperhatikan.7 Namun pada kenyataan nya dalam menjalankan kewajiban hukum seringkali keadilan terhadap masyarakat luas sering diabaikan demi Pelaku semata.
Penegakan hukum hingga saat ini hanya memberikan keadilan retributif terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi, namun pada dasarnya upaya preventif untuk mencegah perbuatan tindak pidana korupsi tidak lah tercapai. Hal ini dibuktikan dengan banyak nya kasus korupsi meningkat secara signifikan setiap tahun nya di Indonesia. Penegakan Hukum seringkali tidak dapat menyelesaikan permasalahan sosial yang timbul sebagai akibat kejahatan pelaku, sebab walaupun pelaku sudah dijatuhi hukuman namun masyarakat seringkali masih belum bisa memaafkan pelaku karena adanya kerugian yang dialami oleh berbagai Pihak terkhusus nya masyarakat akibat penjarahan yang dilakukan pelaku terhadap Uang Negara.
Keterpurukan penegak hukum yang ada saat ini diawali oleh terpuruknya dekadensi moral aparatpenegak hukum, konsep atau metode berpikir “Money Oriented” sedianya dapat diubah menjadi mindset “Service Oriented without Money”. Sehingga dibutuhkan reformasi hukum tidak hanya dalam hal pembaruan Undang- Undang atau substansi hukumnya (legal substance reform), tetapi juga pembaruan struktur hukum (legal structure reform) dan pembaruan budaya hukum (legal ethic and legal science / education reform), bahkan dalam situasi saat ini, pembaruan aspek immateriil dalam hukum yaitu pembaruan budaya hukum, etika / moral hukum,
Oleh karena itu kepercayaan masyarakat terhadap hukum di Indonesia perlu diperhatikan oleh para Penegak Hukum, sebab hingga saat ini dapat dikatakan bahwa penegakan hukum di Indonesia masih tebang pilih, perlu adanya rekonstruksi terhadap Pencegahan untuk menghindari paradigma yang menimbulkan ketidakjelasan bagi pelaku Tindak Pidana Korupsi yang dapat dilaksanakan secara optimal, efisien, efektif serta berkesinambungan. Adapun rekonstruksi upaya preventif menurut penulis yang dapat direalisasikan oleh Penegak Hukum di Indonesia sebagai berikut:
a) Pembentukan Peraturan perundang-undangan dalam ruang lingkup pekerjaan agar terhindar dari perilaku korupsi.
b) Pembentukan Standar Operasional yang jelas
c) Membangun disiplin kerja yang baik di antara pegawai baik di instansi pemerintah maupun swasta dantajam antara milik pribadi dan milik perusahaan atau milik negara.
d) Pengawasan Internal dengan menegakkan kode etik dalam suatu organisasi
e) Rutin melakukan sosialisasi tentang bahaya nya tindak pidana korupsi terhadap para pegawai.
Jika dikaji dari Upaya Represif maka yang dapat dilakukan oleh Penegak Hukum yaitu:
a) Diberlakukan hukuman moral dengan penayangan di televisi
b) Mengungkap segala bentuk Korupsi dengan memberikan sanksi dan Hukuman yang tegas sesuai perbuatannya.
c) Melakukan percepatan dalam penanganan perkara untuk memberikan pelayanan prima kepadamasyarakat dalam penegakan hukum.
d) Kewajiban bekerja bagi mantan pelaku tindak pidana korupsi dan gaji yang dibayar ke kas negara
e) Membangun sistem, prosedur, mekanisme dan kapasitas pencegahan korupsi baik di tingkat pusat maupun daerah
Untuk mencapai keselarasan terhadap Pelaksanaan Penegakan Hukum di Indonesia perlu adanya keseimbangan Penegakan Hukum dari segi Formulasi, Aplikasi dan Eksekusi. Karena pada dasarnya formulasi tidak hanya tugas dari Penegak Hukum saja, akan tetapi aparat legislatif merupakan tahapan yang paling strategis dari Penal Policy. Landasan hukum yang digunakan dapat dijadikan acuan bagi Penegak Hukum agar tidak memilah-milih hukum yang disesuaikan dengan jabatan bagi para pelaku tindak pidana korupsi.
Secara subtansial maupun struktural law enforecement di Indonesia diperlukan pemberdayaan hukum sesuai dengan fungsi dan tujuan yang diinginkan hukum, termasuk pemberdayaan institusi atau lembaga yang memiliki wewenang melakukan tindakan hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Dari segi Aplikasi dalam sistem peradilan yang dijalani Pelaku seringkali adanya penjatuhan Pidana dibawah limit ancaman pidana, maka dalam putusan pidana harus didasarkan pada keadilan terhadap masyarakat luas, tidak hanya kepastian Hukum yang dipenuhi oleh Hakim. Kemudian dari segi eksekusi bagi para penegak hukum didasarkan atas kejujuran dan komitmen untuk tetap berintegritas dalam menangani korupsi. Praktik Kolusi, Korupsi dan Nepotisme harus diberantas dalam kinerja dan meningkatkan Sumber Daya Manusia agar adanya percepatan dalam pemberantasan Korupsi. Tindak pidana korupsi merupakan extra ordinary crime sehingga diperlukan penegakan hukum secara luar biasa dan rekonstruksi pencegahan agar tindak pidana korupsi tidak terjadi lagi di Indonesia.
1 Sajipto Raharjo, Hukum Dan Perubahan Sosial. (Bandung: Alumni, 1983), hal. 127-146
2 Aswanto Budiharjo, Perilaku Menyimpang Budaya Korupsi, (Jakarta: RajaGrafindo Press, 2001), hlm.5
3 Indira Rezkisari, Tren Vonis Ringan Koruptor yang Terus Terulang,https://republika.co.id/berita/qm3rbs328/tren-vonis-ringan-koruptor-yang-terus-terulang, diakses padatanggal 10 September 2021
4 Nurfausi, Mantan Mensos Juliari Peter Batubara Dijatuhi Hukuman 12 Tahun Penjara,https://sinerginews.id/mantan-mensos-juliari-peter-batubara-dijatuhi-hukuman-12-tahun-penjara/,diakses pada tanggal 9 September 2021
5 Abdul Aziz, Ambil kayu manis milik perhutani, https://tirto.id/ambil-kayu-manis-milik-perhutani-2-warga-terancam-hukuman-5-tahun-giWP, diakses pada tanggal 10 September 2021
6 Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum. (Jakarta: Bina Cipta, 1983)), hal. 2
7 Sudikno Mertokusumo dan A. Ptitlo. Bab-bab tentang Penemuan Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993, hlm. 2.
8 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan kebijakan hukum pidana dalam penanggulangan kejahatan, Kencana Pranada Media Grup, Jakarta, 2010.
Komentar
Posting Komentar