COVID-19 : DILEMA BEBAN HUTANG & HUKUM

COVID-19 : DILEMA BEBAN HUTANG & HUKUM


Oleh Zaky Akbar
Kabid Humas Formasi FH Unram 2018

Stimulus perekonomian nasional OJK ibarat angin segar bagi pelaku usaha maupun masyarakat secara umum yang memiliki beban hutang yang terdampak wabah Covid-19. Sejak angin segar itu umumkan, masyarakat Indonesia mulai berharap pada stimulus tersebut. Namun siapa sangka, saat diminta dirumah saja akibat covid-19 masih saja ada beberapa finance, bank, koperasi dan/atau lembaga pembiayaan lainnya yang masih menghatui mereka yang terdampak.

Tanpa adanya stimulus OJK, sebenarnya hukum di Indonesia sudah mengamodinir problem-problem perdata seperti dalam keadaan pandemi Covid-19. Hukum perdata itu sendiri mengatur mengenai kelalaian & keadaan memaksa dalam Kitab undang-undang hukum perdata (KUHPer). Namun dalam hal ini hakimlah yang paling mampu menentukan sesuatu itu keadaan memaksa atau kelalaian

Kondisi wabah pandemi covid-19 ini tidak serta merta dapat dikatakan sebagai keadaan memaksa atau force majeure. Artinya, kondisi covid-19 ini dapat dikatakan keadaan memaksa tergantung sifat atau isi dari suatu perjanjian itu sendiri.

Termasuk dengan dikeluarkannya Kepres nomor 12 tahun 2020 yang menyatakan wabah Covid-19 ini sebagai becana non alam tidak dapat  dijadikan landasan oleh pihak-pihak atau subyek hukum perjanjian untuk mengklaim adanya keadaan memaksa. Namun, dengan keluarnya kepres tersebut membuat pemerintah pusat & pemerintah daerah mengeluarkan himbauan & aturan agar masyarakat tidak berkumpul, work from home, physical distancing dan lain sebagainya. Hal ini berakibat beberapa pekerjaan tidak dapat dilakukan yang membuat dalam kondisi wabah covid-19 pada perjanjian tertentu dapat dikatakan keadaan memaksa.

Beberapa hari sebelumnya, Bupati kabupaten Lombok Timur mengingatkan agar bank tidak memaksa menagih masyarakat lombok timur. Upaya tersebut dilakukan karena keluhan masyarakat itu sendiri. Artinya, angin segar Stimulus OJK tidak serta menerta dapat dinikmati masyarakat yang terdampak oleh wabah Covid-19. Penulis melihat pergerakan dari  pihak OJK sendiri di Provinsi NTB masih saja lemah dalam hal pengimplementasian stimulus tersebut. 

Tanpa adanya aturan stimulus OJK, sebenarnya masyarakat yang memiliki beban hutang terdampak wabah covid-19 sudah dapat mengakses keringanan pembayaran hutang tersebut. Karena dalam hukum di Indonesia sendiri secara tegas diatur dalam Pasal 1245 KUH Perdata : "Tidak ada penggantian biaya,kerugian dan bunga bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang baginya".

Artinya, dalam keadaan memaksa (pademi Covid-19) dapat menjadi suatu alasan untuk membebaskan debitur dari kewajiban membayar ganti rugi atas dasar wanprestasi yang dikemukakan oleh pihak kreditur. Namun bukan berarti membebaskan debitur dari hutang yang sudah ada. Dan pihak yang berperkara harus bisa membuktikan adanya halangan yang betul-betul mengakibatkan prestasinya tak bisa dilakukan.

Berbeda dengan alasan karena kelalaian/kesengajaan yang biasa dapat dikatakan sebagai wanprestasi. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1244 KUH Perdata yang menyatakan bahwa "Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya walaupun tidak ada itikad buruk kepadanya"

Masalah yang sering terjadi ditengah masyarakat ialah sampai saat ini masih ada bank, finance dan lembaga atau peruyang masih menagih masyarakat yang memiliki beban hutang yang terdampak covid-19 dan akses hukum yang tidak mumpuni  karena sulitnya perekonomian misalkan ke pengadilan. Tidak hanya di Lombok timur seperti keluhan masyarakat ke bupatinya. Namun juga pada kondisi masyarakat provinsi NTB secara umum.

Wabah covid-19 saat ini menjadi masa-masa sulit bagi sebagian besar masyarakat NTB khususnya pada bidang kesehatan & perekonomian. Namun akses hukum & keadilan harus tetap mudah dan jangan sampai dipersulit yang mengakibatkan terbengkalainya kepentingan & tujuan hukum itu sendiri. 

"Gagasan Advokasi & hukum dalam Posko Pengaduan Covid-19"

Penulis kali ini menawarkan gagasan berupa dibentuknya Posko Pengaduan Covid-19 disetiap kecamatan. Namun Posko pengaduan covid-19 ini memiliki berbagai sub bagian terkait covid-19 dan akan ada sub bagian khusus "Advokasi & hukum" yang akan membantu masyarakat yang menyelesaikan masalah keperdataan berupa hutang/kredit.

Pada bidang advokasi & hukum ini masyarakat dapat mengakses hukum secara non litigasi. Bidang advokasi & hukum ini bisa terdiri dari OJK, BPSK, Yayasan Perlindungan Konsumen dan Fakultas hukum/mahasiswa/dosen. Nantinya masyarakat dapat mengakses hukum secara perdata seperti permohonan keringanan pembayaran hutang bagi masyarakat terdampak wabah Covid-19 secara non litigasi.

Posko pengaduan covid-19 yang memiliki bidang advokasi & hukum harus ada ditingkat kecamatan. Karena jika hanya berada ditingkat Provinsi & kabupaten, biasanya masyarakat akan kesulitan mengakses karena jarak & minimnya informasi serta wawasan dalam mengakses penyelesaian masalah hukum itu sendiri. Sehingga dengan adanya posko pengaduan covid-19 yang memiliki bidang Advokasi & hukum dapat mempermudah masyarakat dalam mengakses hukum secara perdata & lebih luasnya juga dapat diakses bagi masyarakat yang memiliki masalah terkait bantuan Covid-19 dan masalah hukum lainnya terkait Covid-19.

Oleh karena itu meskipun adanya wabah covid-19 ini harapannya masyarakat tetap dalam mengakses keadilan & hukum. Khususnya dalam persoalan hutang masyarakat terdampak Covid-19 yang ada pada Lembaga & perusahaan pembiayaan yang ada di Indonesia. Fiat justitia ruat caelum (Hendaklah keadilan ditegakkan, walaupun langit akan runtuh)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Guru sebagai Penggerak dalam Memajukan Sumber Daya Manusia di Era Globalisasi: Menyikapi Dekadensi Moral di Indonesia

FORMASI (Forum Mahasiswa Pengkaji Konstitusi) FH UNRAM Sukses Gelar Lomba Debat Mahasiswa dan Lomba Esai Mahasiswa Tingkat Nasional